top of page

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang konsumtif. Mereka berbondong bondong membelanjakan uang mereka untuk memenuhi kebutuhan sekunder mereka. Yang disayangkan adalah, mereka membelanjakan uang mereka untuk perusahaan asing. Masyarakat zaman ini lebih percaya dengan produk buatan asing. Berbagai macam alasan mereka lontarkan. Berawal dari produk dalam negri mempuanyi kualitas yang buruk, macam produk local yang tak beragam, hingga harga produk asing yang lebih murah harganya dibandingkan produk local.

 

Sebelum kita berbicara lebih jauh, apakah yang dimaksud local brand itu sendiri? Local brand merupakan produk yang berasal dari dalam negri sendiri, di produksi dan dipasarkan di dalam negri sendiri.berbagai macam produk dimiliki oleh Indonesia, dari pakaian hinggu peralatan rumah tangga. Produk produk tersebut bahkan banyak yang di ekspor ke luar negri, bahkan lebih laku di pasar asing dibandingkan di dalam negri sendiri, contohnya kursi yang terbuat dari rotan, atau sepatu bermerek bata. 

 

Apakah kalian tahu? Sepatu bata merupakan produk sepatu terbaik yang dimiliki Indonesia, dan sudah diekspor ke beberapa Negara, salah satunya adalah Jerman. Di Jerman sendiri bata merupakan salah satu produk yang laris manis karena harganya yang tidak terlalu mahal dan designnya yang bagus serta nyaman di pakai. Namun seperti yang kita ketahui di Indonesia sendiri sekarang bata sudah mulai menurun daya jualnya, akibat kalah saing dengan produk asing yang terlihat lebih glamour disbanding 

produk tersebut. 

 

Kemudian, ada perusaan BUMN yang seluruh sahamnya dipegang oleh perusahaan asing, padahal kita semua tahu bahwa BUMN sendiri merupakan Badan Usaha Milik Negara yang mana seharusnya dimiliki seutuhnya oleh bangsa Indonesia. Dari sinilah muncul beberapa pertanyaan,mengapa produk local kita bisa kalah saing dengan produk asing? Padahal sekarang sudah mulai bermunculan produk local dengan berbagai macan design yang unik dan menarik. Kenapa brand lokal kurang bisa bersaing dengan merek asing? Sebenarnya apakah yang salah dengan produk local?

bottom of page